Selasa, 15 Desember 2015

KELEMBAGAAN PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN

Artikel
KELEMBAGAAN PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN

Diajukan guna memenuhi tugas perkuliahan pengantar ilmu pertanian
Jurusan sosial ekonomi pertanian
Program studi agribisnis




Oleh:
Rahmah raisha fadliyah
151510601108





JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

KELEMBAGAAN PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN
Kelembagaan merupakan salaha satu unsur yang memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Salah satu rekayasa kelembagaan yang pernah dilakukan dalam pembangunan pertanian di Indonesia adalah keberhasilan pelaksanaan program BIMAS pada tahun 1960-an hingga mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi, dan kelembagaan merupakan empat faktor penggerak dalam pembangunan pertanian. Keempat faktor tersebut merupakan syarat kecukupan (sufficient condition) untuk mencapai suatu tingkat/kondisi pembangunan yang dikehendaki. Artinya kalau salah satu dari keempat faktor tersebut (misalnya kelembagaan) tidak sesuai dengan persyaratan yang diperlukan maka tujuan untuk mencapai kondisi tertentu yang dikehendaki (misalnya alih teknologi dan tumbuhnya usaha agribisnis) tidak akan tercapai.
Masalah-masalah pembangunan pertanian di negara berkembang bukan semata-mata karena ketidaksiapan petani menerima inovasi, tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan perencana program pembangunan pertanian menyesuaikan program-program itu dengan kondisi dari petani-petani yang menjadi “klien” dari program-program tersebut.
Pentingnya lembaga-lembaga di pedesaan dalam pembangunan pertanian dikarenakan:
1.      banyak masalah-masalah pertanian hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga
2.      organisasi dapat memberi pada usaha-usaha pertanian karena sangat terkait dengan penyebaran dan pengembangan teknologi. Dalam jangka panjang, dalam pembangunan pertanian, kemampuan masyarakat petani untuk bekerjasama sama pentingnya dengan perolehan pengetahuan teknis; dan
3.      Pada suatu waktu masyarakat desa akan bersaing dengan dunia luar, sehingga perlu mereka terorganisasi. Lembaga-lembaga tingkat desa dapat menyediakan pengalaman dalam keterampilan yang harus dipelajari masyarakat desa agar dapat mengorganisasikan diri.
Lembaga (institut) adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas (Koentjaraningrat, 1990). Didalam masyarakat dapat ditemukan beberapa lembaga yang mempunyai fungsi mengatur sikap dan tingkah laku para warganya yang sekaligus merupakan pedoman bagi mereka dalam melakukan interaksi satu dengan yang lain, dalam kehidupan bersama. Lembaga adalah pola aktivitas yang terbentuk untuk memenuhi pelbagai kebutuhan hidup manusia. Asal mulanya adalah kelaziman yang menjadi adat istiadat yang kokoh, kemudian memperoleh gagasan kesejahteraan sosial dan selanjutnya terbentuklah suatu susunan tertentu. Berdasarkan beberapa definisi mengenai kelembagaan dapat dirangkum; institusi atau lembaga adalah mencakup sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, jaringan kerjasama, dan organisasi yang menjalankan tindakan kolektif anggota masyarakat petani.
Kelembagaan penunjang pertanian yang ada di pedesaan sangat beragam. Lembaga-lembaga tersebut meliputi
1.      Lembaga Produksi (Kelembagaan Tani)
2.      Lembaga Penyedia Sarana Produksi
3.      Lembaga Penyuluhan dan Informasi Teknologi
4.      Lembaga Pelayanan Permodalan
5.      Lembaga Pemasaran
6.      Lembaga Ketenagakerjaan Pertanian
7.      Lembaga Pelayanan Jasa Mekaniasi Pertanian



Kelompok tani
Kelompok merupakan kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengadakan interaksi, memiliki tujuan atau goals, memiliki struktur dan pola hubungan di antara anggota yang mencakup peran, norma, dan hubungan antar anggota, serta groupness, dan merupakan satu kesatuan. Dalam upaya menuju pembangunan pertanian yang lebih maju, peran kelembagaan pertanian perlu didorong untuk memberikan kontribusi terhadap hal tesebut. Kelompok tani menjadi salah satu kelembagaan pertanian yang berperan penting dan menjadi ujung tombak karena kelompok tani merupakan pelaku utama dalam pembangunan pertanian.
Upaya revitalisasi kelompok tani memang bukan persoalan yang mudah. Banyak hal yang menjadi tantangan terutama pada era sekarang ini. Otonomi daerah menjadi salah satu hal yang secara langsung maupun tidak akan berdampak pada eksistensi kelompok tani. Ada kecenderungan pemerintah daerah kurang memberikan perhatian terhadap kelembagaan pertanian khususnya kelompok tani. Padahal kelembagaan kelompok tani merupakan asset yang berharga dalam rangka menuju pembangunan pertanian yang maju mengingat bahwa di sebagian besar daerah, pertanian menjadi basis sektor pembangunan.
Beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani antara lain diungkapkan oleh Torres dalam Mardikanto (1993) sebagai berikut:
1.      Semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok
2.      Semakin terarahnya peningkatan secara cepat tentang jiwa kerjasama antar petani
3.      Semakin cepatnya proses perembesan (difusi) penerapan inovasi (teknologi) baru
4.      Semakin naiknya kemampuan rata-rata pengembalian pinjaman petani
5.      Semakin meningkatnya orientasi pasar, baik yang berlkaitan dengan masukan (input) maupun produk yang dihasilkannya
6.      Semakin dapat membantu efisiensi pembagian air irigasi serta pengawasannya oleh petani sendiri.
Eksistensi kelompok tani menjadi hal yang perlu diperhatikan secara serius mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi pada era sekarang ini. Pelaksanaan otonomi daerah menjadi salah satu tantangan dalam upaya revitalisasi kelompok tani. Sejak era otonomi daerah pada tahun 1999 banyak perubahan kelembagaan penyuluhan termasuk pengurangan tenaga penyuluh, yang mengakibatkan terlantarnya pembinaan kelompok tani. Dengan demikian, dalam paradigma baru penyuluhan pertanian yang menekankan kelompok tani sebagai organisasi yang tangguh di bidang ekonomi dan sosial, diperlukan revitalisasi kelompok-kelompok tani
Beberapa hal yang timbul sebagai dampak tidak adanya kelompok tani antara lain:
§  Kegiatan penyuluhan oleh PPL tidak dapat dilaksanakan
§  Petani tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah sebagai akibat tidak adanya kelembagaan pertanian yang dapat mengelola bantuan dengan baik, khususnya kelompok tani.
§  Pola dan teknik pelaksanaan kegiatan usahatani tidak berjalan dengan baik sehingga menimbulkan masalah-masalah dalam usahatani. Misalnya kesulitan air serta serangan hama.
Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi eksistensi kelompok tani berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan sebelumnya:
# Motivasi anggota kelompok tani
Motivasi merupakan sebuah dorongan yang muncul dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu. Motivasi juga berhubungan dengan adanya kebutuhan atau keinginan yang ingin dipenuhi. Semakin tinggi motivasi anggota kelompok tani dalam kegiatan usahatani, maka eksistensi kelompok tersebut akan terjaga. Hal tersebut dikarenakan adanya motivasi untuk memperoleh hasil pertanian yang baik, akan mendorong seseorang untuk terus berkarya dalam kelompok tani.
# Kohesi kelompok
Tingkatan yang menunjukkan anggota kelompok saling tertarik satu dengan yang lain menunjuk pada kohesivitas kelompok. menurut Hariadi (2011), ada tiga makna mengenai kohesivitas yaitu ketertarikan pada kelompok, moral dan tingkatan motivasi anggota kelompok, serta koordinasi dan kerjasama antar anggota kelompok. semakin tinggi tingkat kohesivitas atau ketertarikan pada kelompok maka kelangsungan kelompok akan tetap terjaga.
# Interaksi
Semakin tinggi intensitas interaksi yang terjadi dalam kelompok, maka kelompok akan dinamis sehingga berpengaruh positif terhadap eksistensi kelompok.
# Kepemimpinan dalam kelompok
Pemimpin dalam kelompok tani berperan penting dalam menjaga dinamika kelompok. pemimpin berperan untuk mengorganisasikan, penggerak, teladan, pembibing dalam kelompok tani.
# Tekanan kelompok
Adanya tekanan dalam kelompok baik luar maupun dalam kelompok berpengaruh pada eksistensi kelompok tani. Sebagai contoh dalam studi kasus yang teladh diuraikan sebelumnya, diketahui bahwa adanya tekanan dari luar berupa pergantian pengurus dusun, berpengaruh terhadap kelangsungan kelompok tani
# Peran penyuluh
Penyuluh lebih berperan sebagai pemberi informasi kepada petani, dimana semakin tinggi intensitas penyuluhan dan sesuainya informasi yang dibutuhkan petani akan membuat petani bertahan dalam kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannnya.
Kelompok tani sangat penting dalam proses penyampaian informasi dan teknologi baru kepada petani. Untuk itu sangat perlu diketahui keefektifan kelompok tani sebagai media penyuluhan dalam penyampaian inovasi. Metode penyuluhan kelompok lebih menguntungkan daripada media massa karena akan terjadi umpan balik yang dapat meminimalkan salah pengertian antara penyuluh dan petani dalam penyampaian informasi. Dalam metode ini interaksi yang timbul antara petani dan penyuluh akan lebih intensif. Dalam metode ini petani diajak dan dibimbing secara berkelompok untuk melaksanakan kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama.
Efektifitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan, jika hasil kegiatan makin mendekati sasaran berarti makin tinggi efektifitasnya. Sebuah kelompok tani dinilai efektif, bila kelompok tersebut memiliki karakteristik berikut:
1.      Memahami dengan jelas tujuan sasarannya.
2.      Mampu menetapkan prosedur yang sesuai demi tercapainya tujuan bersama
3.      Komunikasi lancar serta ada pengertian antar anggota
4.      Ketegasan pemimpin dalam mengambil keputusan dengan melibatkan anggotanya
5.      Keseimbangan produktivitas kelompok dan kepuasan individu terjaga
6.      Tanggung jawab kepemimpinan dipikul bersama sehingga semua anggota terlibat dalam menyumbangkan ide atau pendapatnya
7.      Adanya rasa kebersamaan
8.      Mampu mengatasi perbedaan yang terjadi dalam kelompok
9.      Tidak ada dominasi baik oleh pemimpin maupun anggota kelompok
10.  Keseimbangan antara perilaku emosi dan perilaku rasional dalam setiap usaha pemecahan masalah (Soewartoyo dan Lumbantoruan, 1992)
Keefektifan kelompok tani sebagai media penyuluhan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut merupakan faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap keefektifan kelompok tani sebagai media penyuluhan (Kusumaningsih, 2008), antara lain:
Pengembangan dan pembinaan kelompok
Merupakan sebuah usaha mempertahankan kehidupan kelompok yang meliputi partisipasi semua anggota, penyediaan fasilitas, menciptakan kegiatan-kegiatan, menerapkan norma, serta adanya sosialisasi. Semakin baik pengembangan dan pembinaan kelompok, maka kelompok tani semakin efektif sebagai media penyuluhan.
Suasana kelompok
Suasana kelompok yang baik didukung oleh adanya hubungan yang baik antar anggota kelompok yang menimbulkan rasa bersemangat pada diri anggota untuk mencapai tujuan bersama.
Peran penyuluh
Penyuluh berperan dalam memberikan informasi dan teknologi baru kepada petani serta bersedia membantu jika petani mengalami permasalahan dalam berusahatani.
Mosher (1977), dalam uraiannya mengenai syarat pokok dan faktor pelancar pembangunan pertanian, mengemukakan bahwa kegiatan penyuluhan atau pendidikan pembangunan merupakan salah satu faktor pelancar pembangunan pertanian. Penyuluhan atau pendidikan pembangunan adalah pendidikan tentang pembangunan pertanian yang mencakup: pendidikan pembangunan untuk petani, pendidikan bagi petugas penyuluhan pertanian, dan latihan petugas teknik pertanian (Mardikanto, 1993). Disinilah peran kelompok tani sebagai media pembelajaran bagi petani dalam upaya peningkatan produktivitas usahataninya.
Pembangunan pertanian tidak bisa lepas dari modernisasi pertanian dan pedesaan berbudaya industri. Modernisasi pertanian dan pedesaan berbudaya industri adalah mengembangkan ciri-ciri budaya industri, antara lain:
1.      Pengetahuan sebagai landasan utama dalam pengambilan keputusan
2.      Kemajuan teknologi merupakan instrumen utama dalam pemanfaatan sumberdaya
3.      Mekanisme pasar sebagai media utama dalam transaksi barang dan jasa
4.      Efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama dalam alokasi sumberdaya
5.      Mutu keunggulan merupakan orientasi, wacana, sekaligus tujuan
6.      Profesionalisme merupakan karakter yang menonjol
7.      Ada perekayasaan yang menggantikan ketergantungan pada alam.
Dengan pendekatan tersebut, maka kelemahan-kelemahan dalam sistem pertanian tradisional dapat diperbaiki. Produktivitas sektor pertanian dapat ditingkatkan, demikian pula dengan harkat dan martabat petaninya (Hanani et al., 2003).
Memperhatikan dokumen RPPK, maka kelembagaan di RPPK dapat dipilah menjadi tiga level, yaitu level di pemerintahan daerah, dan level lokal di tingkat petani. Level pemerintah daerah perlu dibedakan dengan tegas, karena dengan semangat otonomi daerah, maka kewenangan daerah telah menjadi relative besar. Kelembagaan di pusat mengaitkan tata hubungan kerja antar departemen, lembaga, atau stakeholders. Pada tataran ini, kewenangan utama kelembagaan adalah dalam hal pembuatan kebijakan. Beberapa kebijakan yang perlu dirumuskan misalnya kebijakan dalam memperluas dan meningkatkan basis produksi berupa kebijakan untuk peningkatan investasi swasta; penataan hak, kepemilikan dan penggunaan lahan; kebijakan pewilayahan komoditas; dan kebijakan untuk meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan SDM pertanian. Pada tataran pusat tersebut terdapat banyak kebijakan dan strategi yang terkait langsung dengan pembangunan pertanian, namun kewenangannya berada di berbagai instansi lain. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan makro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kebijakan pengembangan industri, kebijakan perdagangan, pemasaran, dan kerjasama internasional, kebijakan pengembangan infrastruktur khususnya pengelolaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan pengairan, kebijakan pengembangan kelembagaan (termasuk di dalamnya lembaga keuangan, fungsi penelitian dan pengembangan, pengembangan SDM, dan pengembangan organisasi petani), kebijakan pendayagunaan dan rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan, kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan baru.
Daftar Pustaka
Syahyuti . Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Perdesaan. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No. 1, Maret 2007 : 15-35
Bulu, G. Y., Sasongko Wr Dan Ketut. Puspadi Daya Dukung Kelembagaan Dalam Pengembangan Teknologi Pertanian Lahan Kering Kabupaten Lombok Timur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp) Ntb


Syarat Pembangunan Pertanian

MEMAHAMI DAN MENGKRITISI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
PERTANIAN DI INDONESIA
(Comprehending and Perceiving to Agriculture Development Policy in Indonesia)
Subejo

PENDAHULUAN
Arah kedepan dalam pembangunan pertanian  merupakan tantangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan ketahanan pangan . mempelajari jurnal ini akan memberikan gambaran arah pembangunan nasional bidang pertanian khususnya di kawasan Jawa Timur. Analisis atas kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia menjadi suatu tema yang sangat strategis dikaitkan dalam konteks pembangunan nasional, selain pertanian masih mencerminkan ”mayoritas” seperti terminology yang dikembangkan oleh Joseph E. Stighlitz, pertanian juga memiliki prospek yang sangat besar.
Membahas pertanian adalah membahas tentang ”kelangsungan hidup”, pertanian adalah penyedia bahan pangan, bahan sandang dan bahkan bahan papan. Selama manusia di dunia masih memerlukan bahan pangan untuk menjamin kelangsungan hidupnya maka pertanian tetap akan memegang perang yang sangat penting. Meskipun dalam kenyataanya, persepsi akan arti penting pertanian kadang-kadang dilupakan oleh banyak orang. Secara garis besar, pertanian memberikan kontribusi yang penting bagi negara antara lain melalui perananya dalam hal:
(1) penyedia bahan pangan,
(2) penyedia lapangan kerja,
(3) penyedia bahan baku bagi industri,
(4) sumber devisa
(5) penjaga kelestarian lingkungan (konservasi lahan, mencegah banjir, penyedia udara yang sehat serta amenity).



PEMBAHASAN
Pertanian nasional mestinya bisa memproduksi dengan biaya yang lebih murah, dapat menghemat devisa serta menyediakan lapangan kerja yang sangat banyak. Dalam hal produk pertanian tropik, Indonesia sebenarnya berpotensi tidak hanya swasembada namun juga menjadi eksportir. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa analisis kebijakan pembangunan pertanian adalah usaha terencana yang berkaitan dengan pemberian penjelasan (explanation) dan preskripsi atau rekomendasi (prescription or recommendation). Penelaahan terhadap kebijakan pembangunan pertanian tersebut didasari oleh oleh prinsip-prinsip umum yang dibuat berdasarkan pilihan-pilihan tindakan sebagaiberikut:
1. Penelitian dan rasionalisasi yang dilakukan untuk menjamin keilmiahan dari analisis yang dilakukan.
2. Orientasi nilai yang dijadikan patokan atau criteria untuk menilai kebijakan pembangunan pertanian tersebut berdasarkannilai benar dan salah.
3. Pertimbangan politik yang umumnya dijadikan landasan untuk menjamin keamanan dan stabilitas.
Dengan melihat potensi sumberdaya yang dimiliki Indonesia, Stighlitz (2004) memberikan beberapa saran yang perlu diperhatikan ketika akan menyusun dan merumuskan kebijakan pembangunan pertanian. Saran-saran tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Usaha pengembangan ekonomi lebih difokuskan pada sektor yang menghidupi mayoritas penduduk yaitu penduduk di pedesaan yang berprofesi sebagai petani
2. Program industrialisasi mestinya difokuskan pada aktivitas yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan mayoritas.
3. Pendidikan menjadi pra-syarat utama pembangunan dan ini harus dapat dijangkau oleh golongan mayoritas.
4. Dalam pembangunan Pertanian, prioritas bukan sekedar memproduksi komoditas, tapi penciptaan nilai tambah (value added).
5. Industrialisasi harus terkait dengan kepentingan petani.
6. Sebagian besar hasil pertanian terutama perkebunan masih diolah di luar Indonesia,
misalnya karet, crude palm oil/CPO, kakao, dll. Hal ini sebenarnya sangat mendukung industrialiasi, oleh karena itu sebaiknya produk bukan dijual sebagai. Barang mentah.
7. Terkait dengan efisiensi, program swastanisasi/privatisasi perlu persiapan, karena liberalisasi yang terburu-buru akan sangat berbahaya.
8. Peran dan intervensi pemerintah untuk memberi prioritas pada ”mayoritas” tetap diperlukan, bukan sepenuhnya diserahkan pada “market mechanism” (invisible hand).
9. Perlu keseimbangan antara kepentingan pasar dan capur tangan dan atau peran Pemerintah
Subejo (2006) mengajukan hipotesis bahwa suatu kebijakan pembangunan pertanian yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu ecological security, livelihood security dan food security. Suatu sustainable agriculture adalah suatu sistem pertanian yang mendasarkan dirinya pada pemanfaatan sumber daya alam (lahan, air dan kenearagaman hayati lainnya) secara lestari. Keanekaragaman hayati merupakan kekuatan petani dalam upaya melestarikan ketahanan pangan Keanekaragaman hayati dapat menjadi sumber alternatif dalam penganekaragaman jenis-jenis tanaman budidaya. Ada empat aspek yang menjadi pra-syarat melaksanakan pembangunan pertanian:
(1) akses terhadap kepemilikan tanah,
(2) akses input dan proses produksi,
(3) akses terhadap informasi dan pasar
(4) akses terhadap kebebasan.
Reformasi agraria sendiri mencakup redistribusi tanah kepada petani gurem dan buruh tani, penataan produksi melalui pembangunan infra struktur pertanian, fasilitas permodalan dan , penguatan kelembagaan/organisasi petani dalam bentuk koperasi atau asosiasi petani, dan proteksi terhadap produk-produk pertanian. Yudohusodo (2004), menyarankan bahwa dalam perumusan kebijakan pembangunan pertanian ke depan perlu dirumuskan kebijakan ”modernisai pertanian”, dimana kebijakan tersebut secara operasional perlu didukung beberapa prasyarat mendasar yaitu:
(1) pemberian kepada setiap keluarga petani luasan lahan yang memenuhi skala ekonomi (mikro) untuk menjadi sejahtera (note: bandingkan dengan kasus Jepang, untuk hidup layak petani minimal perlu mengelola lahan 3 ha),
(2) mekanisasi dalam rangka optimalisasi tenaga kerja
(3) pembangunan pertanian dilakukan secara agribisnis untuk menjadikan para petani berpikir dan bekerja secara ekonomis agar dapat meningkatkan kesejahteraan
(4) meningkatkan keseimbangan antara kesempatan kerja pertanian dan kesempatan kerja di luar pertanian di desa-desa melalui pembangunan agroindustri agar ketahanan  ekonomi rakyat meningkat, dan
(5) Membangun desa-desa menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi dalam revitalisasi
pertanian
Terdapat 5 program yang aka dilaksanakan dalam periode 2005-2009 yaitu
(1)   peningka t an ke t ahanan pangan,
(2)   pengembangan agribisnis,
(3)   peningkatan kesejahteraan petani
(4)   pengembangan sumberdaya perikanan
(5)    pemantapan pemanfaatan potensi sumber daya perikanan




KESIMPULAN
Saat ini strategi kebijakan revitalisasi pertanian sedang giat digulirkan oleh pemerintah/kabinet yang sedang berkuasa. Kini saatnya untuk menganalisis dan mengkritisi kebijakan tersebut, apakah strategi tersebut mampu menjadi langkah kebijakan konkrit serta dapat dilaksanaka secara konsisten di lapangan ataukah hanya akan menjadi retorika belaka demi kepentingan elit politik untuk kepentingan jangka pendek.
Arah pembanguan pertanian nasional akan membuat Negara Indonesia dapat bertahan pada krisis pangan dan dapat menguatkan ketahanan pangan. Selain itu, arah pembanguan nasional juga akan meningkatkan kesejahteraan petani khususnya di Jawa Timur pada kawasan lumbung padi yaitu di daerah karawang. 






ini tugas dari pak sutriyono dosen di fakultas pertanian jember , aku pakek jurnalnya pak subejo . ingat ya adek adek. kalau kalau copas dari suatu jurnal, artikel, buku, atau apapun itu yang milik orang lain, tolong lah di taruh nama penulisnya di daftar pustaka. hargai karya mereka kawan. untuk tulisan diblog ku terserah mau masukin di daftar pustaka atau enggak. soalnya kebanyakan dosen bilang jangan ambil dari blogspot kan  haha yauda terserah