Selasa, 16 Mei 2017

Faktor Produksi Dengan 2 Input

2.3 Faktor Produksi Dengan 2 Input
 Factor produksi dengan menggunakan 2 input maksudnya adalah terdapat kombinasi antara 2 faktor produksi untuk menghasilkan output yang sama. Seatu proses produksi, seorang produsen akan dihadapankan untuk menggunakan factor produksinya secara efisien untuk hasil yang maksimum. Kemampuan produsen untuk mengkombinasi factor input tersebut secara efisien akan memberikan biaya yang terbaik untuk produsen. Hasil produksi yang sama akan ditunjukan oleh suatu kurva isokuan, sedangkan biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk disebut isocost, karena semua factor produksi bersifat variable, maka produksinya berhubungan dengan analisis jangka panjang
Secara umum, modal tambahan meningkatkan produktivitas tenaga kerja karena modal, bangunan, mesin dan seterusnya tidak berguna tanpa orang yang mengoperasikannya, dapat dikatakan bahwa modal dan tenaga kerja adalah input komplementar.  Pada dasarnya, modal tambahan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, yaitu jumlah output yang diproduksi per pekerja per jam (Case and Fair. 2007)
2.3.1 Isokuan
Kurva isokuan adalah kurva yang menggambarkan kombinasi 2 macam input untuk menghasilkan output/produksi  yang sama jumlahnya. Bentuk kurva isokuan bermacam- macam, bisa linier apabila kombinasi antara input tersebut memberikan perusahaan yang proposional bila salah satunya berubah dan dapat juga cembung pada titik origin. Bentuk kurva isokuan tidak berupa garis lurus vertical atau horizontal karena lazimnya tidak mungkin untuk menghasilkan barang dalam jumlah tak hingga atau nol dengan menggunakan jumlah factor produksi terbatas. Isokuan mempunyai karakteristik yang sama dengan kurva indeferen :
1.      Di daerah asal yang revelan, isokuan memiliki kemiringan negative
2.      Isokuan cembung terhadap titik asal
3.      Isokuan tidak pernah saling berpotongan
2.3.2  Isocost
Setiap kegiatan produksi, setiap produsen mempunyai kendala mengenai dana yang terbatas untuk mengalokasikan sejumlah input. Keterbatasan dana tersebut ditunjukan dalam sebuah kurva yang disebut dengan isocost. Isocost atau isobiaya merupakan kurva yang menggambarkan kombinasi 2 dinput yang memerlukaan biaya yang sama, jika kita mengasumsikan perusahaan hanya menggunakan 2 input dalam produksinya yakni tenaga kerja (L) dan capital (K) maka biaya total yang harus dikeluarkan sebesar TC = wL + rK, dimana TC adalah biaya total, w adalah upah/gaji (biaya tenaga kerja), L adalah jumlah tenaga kerja, r adalah bunga (biaya kapita), K banyaknya capital yang digunakan. Slope dari kurva ini merupakan rasio dari harga kedua input. Pemahaman analog seperti perilaku konsumen berkaitan dengan garis anggaran sehingga membentuk kurva yang sama, kemiringan yang sama, arah pergeserannya juga sama,yang membedakan adalah sumbu-sumbunya. Bila pada saat membahas garis anggaran, sumbu yang tercantum dalam kurva adalah kuantitas barang tertentu, sedangkan dalam isocost adalah kuantutas input . supaya lebih jelas perhatikan gambar berikut (Pracoyo dan Anto, 2006.)
Keterangan gambar
Kurva ini menunjukan berbagai kombinasi 2 input yakni, modal dan tenaga kerja yang digunakan utuk menghasilkan output dengan biaya yang sama. Bila dana yang dimiliki produsen sebesar L dan input yang digunakan adalah K dan L dengan harga masing-masing adalah pk dan pl apabila dana yang dimiliki berubah, sedangkan harga kedua input tetap maka isocost akan bergeser sejajar dengan yang sebelumnya, karena memiliki slope yang sama. Apabila harga salah satu atau kedua input berubah sementara dana yang dimiliki tetap maka slope dari isocost berubah. (Pracoyo dan Anto, 2006.)
Menentukan intersep dan slope dari kurva isocost apabila dalam suatu proses produksi hanya digunakan 2 input capital (K) dan tenaga kerja (L), serta harga masing-masing input adalah r untuk kapital dan  w untuk tenaga kerja, serta dana yang dimiliki produsen ssebesar I mka situasi ini dapat ditunjukan dengan persamaan berikut ini:
I = r K+ w L
 



4.3.3 Equilibirium Produsen
Menurit Gilarso (2003) Perusahaan dikatakan dalam keadaan ‘keseimbangan” (equilibirium of the firm) bila jumlaah produksi diatur sedemikian rupa hingga perusahaan mencapai laba maksimal. Hal ini terjadi apabila MC = MR. dalam jangka pendek perusahaan mungkin mencaapai laba ekonomis (lebih dari laba norma). Dalam jangka panjang perusahaan yang bekerja dipasar bebas (persaingan) akan dipaksa oleh persaingan untuk berproduksi pada tingkat biaya yang serendah-rendahnya.
Produsen berada dalam equilibirium apabila produsen tersebut mencapai isokuan tertinggi dengan kurva biaya tertentu . kondisi ini terjadi apabila isokuan bersinggungan dengan kurva biaya sama. Pada titik singgung ini, kemiringn absolute isokuan sama dengan kemiringan absolute kurva biaya sama, yaitu pada titik equilibirium    
Terdapat 2 syarat ekuilibirium:
1.      Berdasarkan dalil least cost combination artinya kombinasi penggunaan input untuk menghasilkan suatu output tertentu dengan biaya total minimum.
      MPL / PL = MPK / PK ; L. PL + K. PK = I
2.      Berdasarkan dalil keuntungan maksimal
      MPL / PL = MPK / PK = I / P.Q



BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
2.
3.  Factor produksi dengan menggunakan 2 input maksudnya adalah terdapat kombinasi antara 2 faktor produksi untuk menghasilkan output yang sama. Seatu proses produksi, seorang produsen akan dihadapankan untuk menggunakan factor produksinya secara efisien untuk hasil yang maksimum. Kemampuan produsen untuk mengkombinasi factor input tersebut secara efisien akan memberikan biaya yang terbaik untuk produsen. Hasil produksi yang sama akan ditunjukan oleh suatu kurva isokuan, sedangkan biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk disebut isocost, karena semua factor produksi bersifat variable, maka produksinya berhubungan dengan analisis jangka panjang
Terdapat 2 syarat ekuilibirium:
1.      Berdasarkan dalil least cost combination artinya kombinasi penggunaan input untuk menghasilkan suatu output tertentu dengan biaya total minimum.
            MPL / PL = MPK / PK ; L. PL + K. PK = I
2.      Berdasarkan dalil keuntungan maksimal
            MPL / PL = MPK / PK = I / P.Q




daftar pustaka
Pracoyo, T. K dan Anto P. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta: Grammedia Widiasarana Indonesia

Gilarso. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi mikro. Jogjakarta : Kanisius

Case, K. E dan Fair, R. C. 2007. Prinsip Prinsip Ekonomi. Jakarta : Erlangga


Rahardja, P., Manurung, M. 1999. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

ORGANISME PENGANGGU TANAMAN SETELAH PANEN PASCAPANEN DAN PENYIMPANAN

Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: D:\logo unej.png 





ORGANISME PENGANGGU TANAMAN SETELAH PANEN PASCAPANEN DAN PENYIMPANAN


TUGAS INDIVIDU

Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Teknologi Panen dan Pasca Panen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember



Nama/NIM:
Rahmah Raisha Fadliyah/151510601108


















PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017


PENDAHULUAN
Organisme pengganggu tanaman (OPT) mengganggu tanaman padi mulai dari awal masa pertumbuhan sampai dengan panen dan pasca panenBahan atau material tanaman yang disimpan dalam tempat penyimpanan tidak luput dari serangan hama dan penyakit. Organisme yang menyerang komoditi dalam penyimpanan pada umumya terdiri dari golongan serangga, tikus, dan burung. Serangga merupakan organisme yang paling banyak merusak pada material yang disimpan. Sekitar 700.000 Jenis serangga, telah diketahui 100 Jenis yang berasosiasi dengan komoditas bahan simpanan, dan sekitar 20 jenis diantaranya merupakan hama yang hidup dan berkembang biak pada bahan simpanan sehingga dapat merusak bahan simpanan. Jenis serangga hama pasca panen yang menyerang bahan bij-bijian atau bahan material lain yang disimpan dalam gudang akan dijelaskan pada bagian pembahasan. Kerusakan pada bahan pasca panen atau bahan simpanan disebut susut. Susut terjadi pada bahan simpanan akibat adanya organisme penggangu ataupun faktor lain yang menyebabkan jumlah dan berat bahan berkurang atau terjadi perubahan rasa, gizi dan bau sehingga nilai ekonominya berkurang. Susut dapat digolongkan kedalam dua kelompok yakni susut kualitatif dan susut kuantitatif. Kedua jenis susut ini sama pentingnya dalam penanganan bahan pasca panen hasil pertanian atau bahan yang disimpan (Pranata dalam Rimbing, 2015)

PEMBAHASAN
1.      Organisme Pengganggu Tanaman Padi
         Image result for burung pemakan biji padi
Gambar 1.2 Burung Pemakan Biji Padi                  Gambar 1.2 burung pemakan biji padi
Image result for kutu beras 
Gambar 1.3 kutu beras
Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang mengganggu tanaman padi cukup menonjol sejak awal masa pertumbuhan sampai dengan menjelang panen bahkan pasca panen. Gangguan atau serangan pada setiap tahap pertumbuhan tanaman padi akan berpengaruh pada tingkat yang berbeda-beda mulai dari penurunan hasil sampai puso.
Berdasarkan gambar 1.1 penyakit blas (Pyricularia grisea) gejalanya dapat timbul pada daun, batang, malai, dan gabah, tetapi yang umum adalah pada daun dan pada leher malai. Gejala pada daun berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya memmpunyai tepi coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit blas yang khas adalah busuknya ujung tangkai malai yang disebut busuk leher (neck rot). Tangkai malai yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah hampa. Pada gabah yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.
Berdasarkan gambar 1.2 0rganisme pengganggu tanaman yang menyerang ketika beras hendak dipanen adalah burung. Menurut Rainiyati (2013) burung merupakan salah satu hama penting pada tanaman padi karena pada serangan berat dapat menyebakan kerugian yang cukup besar bahkan gagal panen, Burung menyerang tanaman padi yang sudah dalam fase matang susu sampai pemasakan biji (sebelum panen). Burung akan memakan langsung bulir padi yang sedang menguning sehingga menyebabkan biji menjadi hampa dan biji banyak yang hilang.
Berdasarkan gambar 1.3 kerusakan yang diakibatkan oleh Sithophylus oryzae L. dapat tinggi pada keadaan tertentu sehingga kualitas beras menurun. Biji-bijian hancur dan berdebu, dalam waktu yang cukup singkat serangan hama dapat mengakibatkan perkembangan jamur, sehingga produksi beras rusak total, bau apek yang tidak. enak dan tidak dapat dikonsumsi. Serangan kumbang bubuk terkadang juga diikuti oleh serangan ulat Corcyra cephalonica Stt. sehingga beras menjadi tambah hancur karena serangan hama bubuk dan kelembaban tinggi akan meninggikan temperature maka cendawan pun ikut menyerang hingga beras tambah rusak dan berbau busuk

  1. Organisme Penganggu Tanaman Jagung
Image result for Ostrina furnacalis Guen            Related image
Gambar 2.1 Larva O. Furnacalis                             Gambar 2.2 Penggerek Tongkol Jagung
Image result for S. zeamais
Gambar 2.1 S. zeamais

Berdasarkan gambar 2.1 Larva O. Furnacalis ini mempunyai karakteristik kerusakan pada setiap bagian tanaman jagung yaitu lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, tumpukan tassel yang rusak.  
Berdasarkan gambar 2.2 Imago betina akan meletakkan telur pada silk jagung dan sesaat setelah menetas, larva kan menginvasi masuk kedalam tongkol dann akan memakan biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung.
Berdasarkan gambar 2.4 Hama bubuk jagung S. zeamais tergolong ke dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Coleoptera, subordo Polyphaga, family Curculionidae, subfamili Calandrinae, genus Sitophilus Syn: Calandra, spesies Sitophilus zeamais (Motschulsky) (Kalshoven dalam nonci dan muis, 2015) Sitophilus zeamais meletakkan telur pada biji jagung sebelum dipanen maupun di gudang penyimpanan. Beberapa hari kemudian, telur menetas menjadi larva dan makan bagian dalam biji jagung. Larva menyelesaikan siklus hidupnya di dalam biji sehingga biji akan rusak (Pabbagge et al dalam Nonci dan Muis, 2015)
  1. Organisme Penganggu Tanaman Pisang
Related image        Image result for (Nacoleila octasema.) 
Gambar 3.1 Ulat daun (Erienota thrax)                   Ulat bunga & buah (Nacoleila octasema.)
Image result for Colletotrichum sp
Gambar 3.3 Colletotrichum sp.

Berdasakan gambar 3.1 Ulat daun (Erienota thrax)   menyerang bagian  daun pada tanaman pisang. Gejala yang ditimbulkan adalah daun menggulung seperti selubung & sobek hingga tulang daun. Pengendalian dengan menggunakan insektisida yg cocok belum ada, dapat dicoba dengan insektisida Malathion.
Berdasarkan gambar 3.2 Ulat bunga & buah (Nacoleila octasema) Menyerang bagian bunga & buah. Gejalanya berupa pertumbuhan buah abnormal, kulit buah berkudis. Adanya ulat sedikitnya 70 ekor di tandan pisang. Pengendaliannya menggunakan  dengan menggunakan insektisida.
Berdasarkan gambar 3.3 pada penyimpanan, penyakit penting yang perlu mendapat perhatian adalah antraknos yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. Antraknos menyebabkan penurunan kualitas buah pisang baik pada saat penyimpanan maupun dalam pengiriman buah jarak jauh. Intensitas kerusakan yang disebabkan oleh penyakit ini dapat mencapai 57%, sehingga dapat dikatakan memiliki kontribusi kehilangan hasil cukup tinggi.

PENUTUP
Organisme penganggu tanaman selalu ada pada setiap budidaya, pascapanen sampai kepada penyimpanan suatu komoditas. Setiap organisme pengganggu tanaman berakibat pada penurunan kualitas maupun kuantitas pada komoditas tersebut sehingga perlu adanya penangganan panen maupun pascapanen agar hasil yang didapatkan oleh seorang petani dapat optimal.


DAFTAR PUSTAKA
Rainiyati. 2013. Pengaruh Pemberian Kombinasi Pestisida Nabati Terhadap Hasil Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) Varietas Inpara-3 Secara SRI. Agroekoteknologi, 2(4):169-174

Rimbing. 2015. Keanekaragaman Jenis Serangga Hama Pasca Panen Pada Beberapa Makanan Ternak Di Kabupaten Bolaang Mongondow S.C. Jurnal Zootek, 35(1): 164 - 177



PATOGEN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT


PATOGEN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

TUGAS KELOMPOK

Diajukan guna untuk memenehui tugas untuk syarat satu mata kuliah
Teknologi Panen dan Pasca Panen pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember



Dosen pembimbing
Ir. Sigit Prastowo, M.P



Disusun Oleh
Emalia Firdausi         151510601097
Khusnul Khotimah   151510601099
Herlina Efendi           151510601007
Rahmah Raisha F     151510601008
Adinda Tissa R P      151510601110








PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
1.      Klasifikasi dan Perliaku Patogen  Fusarium
Terdapat berbagai macam penyebab penyakit pada tanaman tomat salah satunya yaitu disebabkan oleh jamur yaitu jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici. Menurut Pitoji (2009), Fusarium oxysporum merupakan patogen penyebab penyakit layu fusarium pada tanaman tomat. Fusarium merupakan salah satu anggota famili Tuberculariaceae, ordo Hypocreales yang potensial sebagai penghasil mikotoksin yang banyak dijumpai pada bahan makanan ternak maupun pangan. Jamur fusarium bersifat saprofit dan parasit. Jamur fusarium dapat bertahan lama dalam tanah dengan bentuk Klamidiospora. Jamur fusarium melakukan infeksi pada akar terutama melalui luka-luka atau melalui luka akar. Penyakit layu dapat berkembang pada suhu tanah 21-32oC, dengan suhu optimumnya adalah 28oC. Penyakit akan berkembang lebih berat bila tanah mengandung banyak nitrogen tetapi miskin kalium. Jamur Fusarium bersifat soil inhabitant sehingga dapat bertahan sangat lama sampai beberapa tahun di dalam tanah. Penyebaran jamur Fusarium sp juga dipengaruhi oleh keadaan pH yaitu dari kisaran keasaman tanah yang memungkinkan jamur Fusarium tumbuh dan melakukan kegiatannya. Patogen penyebab layu fusarium ini cepat berkembang pada tanah yang terlalu basah atau becek, kelembaban udara yang tinggi, dan pH tanah yang rendah. Penuluran terjadi melalui perantara alat pertanian, binatang, air hujan, air irigasi, tanah dan benih. Berikut merupakan klasifikasi dari jamur fusarium oxysporum sebagai berikut.
Kingdom         : Mycetaceae
Devisi              : Amastigomycota
Subdevisi        : Deuteromycotina
Kelas               : Deuteromycetes
Subkelas          : Hypomycetidae
Family             : Moniales
Subfamily        : Tuberculariaceae
Genus              : Fusarium
Spesies            : Fusarium oxysporum
Patogen cendawan atau jamur Fusarium akan menginfeksi jaringan pembuluh tanaman sehingga menyebabkan terhambatnya sistem serapan air dan hara dari dalam tabah. Fusarium menyerang jaringan pembuluh kayu (xylem) yang menyebabka transportasi air terganggu. Cara kerja dari patogen adalah dengan membentuk koloni dipangkal batang tanaman, selanjutnya patogen akan mengambil air dan hara yang dibutuhkan tanaman secara terus menerus melalui akar yang terluka. Air dan hara tanaman yang sehaurusnya di alirkan ke jaringan tanaman menjadi berkurang sehingga menyebabkan tanaman tomat layu dan mati.

2. Kerusakan dan Kerugian yang Ditimulkan Fusarium
Layu Fusarium bisa terjadi pada suhu udara panas dan tingkat kelembapan tinggi. Gejala yang dapat diamati adalah tanaman menjadi layu saat siang hari sedangkan pada sore hari segar kembali. Air dan hara tanaman yang sehaurusnya di alirkan ke jaringan tanaman menjadi berkurang sehingga menyebabkan tanaman tomat layu dan mati. Gejala serangan lanjut ditandi dengan pucatnya tulang daun terutama daun sebelah atas kemudian diikuti dengan merunduknya tangkai dan akhirnya tanaman menjadi kayu. Serangan yang terjadi mulai nampak pada waktu tanaman berumur 6 minggu lalu pada akhirnya tanaman tomat akan kering dan mati. Gejala yang paling khas adalah gejala pada bagian dalam. Jika pengkal batang dibelah membujur, terlihat garis-garis cokelat kehitaman menuju ke semua arah, dari batang ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun dan tangkai. Berkas pembuluh akar biasanya tidak berubah warnanya, namun seringkali akar tanaman sakit berwarna hitam dan membusuk. Indikasi pertama dari penyakit ini adalah daun bagian bawah menguning. Pada tanaman yang masih sangat muda, penyakit ini dapat menyebabkan matinya tanaman secara mendadak, karena pada pangkal batang terjadi kerusakan atau kanker yang menggelang. Perkembangan penyakit ini secara berurutan adalah daun menguning, layu, dan mati (Lukito, 2007).



3. Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan dan Kerugian
Tumbuh kembang tanaman tidak terlepas dari berbagai gangguan dari hama dan penyakit, penyakit biasanya disebabkan oleh pathogen pengganggu. Tanaman tomat juga tak terlepas dari pathogen pengganggu pertumbuhan tomat. Pathogen penyebab penyakit pada mulanya tumbuhan bereaksi terhadap agensia penyebab penyakit pada bagian terserang. Reaksi tersebut dapat berupa reaksi biokimia alami, yang tidak dapat dilihat. Akan tetapi reaksinya dengan cepat menyebar dan terjadinya perubahan-perubahan pada jaringan yang dengan sendirinya menjadi makroskopik dan membentuk gejala penyakit. Pada tanaman terdapat berbagai macam penyakit yang dapat menular, yaitu bakteri, jamur, virus, mikoplasma, dan tanaman tingkat tinggi. Kekhasan penyakit yang menular adalah terjadinya interaksi yang terus-menerus oleh faktor-faktor biotik (hidup) atau oleh faktor-faktor abiotik (fisik atau kimia). Sel dan jaringan dari tumbuhan sakit biasanya menjadi lemah atau hancur  oleh agensia penyebab penyakit. Kemapuan sel dan jaringan tersebut melaksankaan fungsi-fungsi fisiologisnya yang normal menjadi menurun, atau terhenti sama sekali  dan sebagai akibatnya, pertumbuhan menjadi terganggu atau tumbuhan mati. Jenis  sel dan jaringan yang terinfeksi akan menentukan jenis fungsi fisiologis yang mula-mula dipengaruhinya.
            Gejala permulaan yang ditimbulkan oleh serangan jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici adalah tulang daun pucat terutama daun sebelah atas, kemudian diikuti merunduknya batang, dan akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan. Kelayuan seringkali diikuti klorosis daun, terutama daun pada bagian bawah. Pada tanaman muda, dapat menyebabkan tanaman mati secara mendadak karena pada pangkal batang terjadi kerusakan. F. oxysporum f.sp. lycopersici dapat bertahan lama dalam tanah, sehingga tanah yang sudah terinfestasi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Jamur menginfeksi akar melalui luka, kemudian menetap dan berkembang di berkas pembuluh. pada hari ke-10 pasca inokulasi, terlihat daun mulai layu dan daun bagian bawah mulai menguning, hari ke-16 setelah inokulasi daun nekrosis, dan hari ke-24 setelah inokulasi tanaman mati (Sari dkk, 2012). Jamur ini merupakan patogen tular-tanah yang mampu bertahan dalam jangka waktu lama dalam bentuk klamidospora meskipun tidak tersedia tanaman inang, oleh karena itu penyakit layu Fusarium ini relatif dikendalikan. Pengendalian secara hayati dan pengelolaan kesuburan merupakan pilihan yang efeisien untuk mengendalikan penyakit ini. Medium tanam yang diformula dengan kompos mampu menekan penyakit layu fusarium pada tomat (Borrero dalam Rahayuniati dan Mugiastuti, 2009).

4.      Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Jamur Fusarium
Supriati dan Siregar (2009), menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur fusarium pada buah tomat yaitu sebagai berikut:
1.    Lingkungan fisik
a.    Kelembapan
Pada umumnya perkecambahan spora dan perkembangan pertama dari patogen berhubungan erat dengan kelembapan. Infeksi oleh patogen yang bersifat air borne (terbawa angin) biasanya paling baik terjadi dalam setetes air baik air hujan, kabut maupun embun. Dalam hal ini meskipun keberadaan embun hanya dalam waktu yang singkat, namun dapat memegang peran yang sangat penting.
Pada umumnya jamur hanya membentuk spora pada kondisi udara yang cukup lembap. Setelah patogen berada di dalam jaringan tumbuhan, pengaruh kelembapan udara terhadap patogen sedikit sekali, karena jaringan tumbuhan cukup basah bagi perkembangan patogen. Kelembapan yang cukup tinggi akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman inang yaitu menjadi sukulentis, sehingga ketahanannya terhadap patogen juga menjadi berkurang. Kelembapan yang tinggi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain; kerapatan pertanaman, adanya pohon pelindung, kecepatan angin, topografi, dll.
b.    Suhu
Suhu berpengaruh sebagai differentiating effect (pembeda) yaitu bersifat  menghambat atau mempercepat, jadi bukan sebagai faktor penentu. Suhu dapat mempengaruhi banyaknya spora yang berkecambah, kecepatan dan tipe perkecambahan. Pada umumnya suhu minimum untuk perkecambahan spora adalah 1-3°C dan suhu maksimum adalah 30-36°C, sedangkan suhu optimumnya tergantung pada masing-masing jenis patogen. Sering kita kenal adanya patogen khas dataran rendah, dan adanya patogen khas dataran tinggi.
Dalam hal ini faktor suhu memegang peranan dalam menentukan kemampuan hidup dari patogen tersebut. Untuk mengamati pengaruh suhu terhadap perkembangan patogen di dalam jaringan tumbuhan memang cukup rumit, karena yang sangat berperan dalam menentukan perkembangan patogen adalah terutama suhu dipermukaan jaringan tumbuhan sementara hal ini sangat sulit untuk dilakukan pengukuran. Pengaruh suhu terhadap tumbuhan inang juga cukup sulit untuk diketahui.
c.    Sinar
Pengaruh sinar terhadap patogten bersifat langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung sinar berpengaruh terhadap kelembapan, dan secara langsung sinar berpengaruh terhadap patogen yang berada di luar jaringan tanaman. Sinar cahaya tampak (visible light) yang secara kasarnya mempuntyai panjang gelombang 400-800 nm, hanya sedikit berpengaruh terhadap perkecambahan spora, kecualai apabila sinar tersebut sangat tinggi intensitasnya sehingga sifatnya menjadi memanaskan.
Spora yang basah dan spora yang sudah mulai berkecambah lebih peka oleh hambatan sinar. Sinar cahaya akan menyebabkan pembuluh kecambah membelok menjauhi sumber sinar (fototropisme negatif). Hal ini terjadi karena dinding proksimal pembuluh kecambah dipercepat perkembangannya. Radiasi sinar lembayung juga dapat menyebabkan jamur mengalami mutasi atau kematian, dan pengaruh yang paling besar terjadi pada panjang gelombang 265 nm.
d.   Tekstur tanah
Pengaruh tekstrur tanah dapat bersifat langsung maupun tidak langsung dengan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang bertekstur ringan, akan mempermudah bagi nematoda untuk berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain, sehingga akan membantu penyebaran patogen. Pada tanah bertekstur berat, air akan lebih mudah tertahan oleh tanah, dan akan menyebabkan tanaman inang menjadi lebih sukulentis, sehingga menjadi lebih rentan terhadap patogen. Selain itu tanah yang bertekstur berat juga memiliki aerasi yang kurang baik, sehingga akan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya.
2.    Faktor kimia
a.    Kesuburan tanah
Dalam kaitannya dengan kesuburan tanah, penyakit tumbuhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyakit yang muncul pada tanaman yang subur, dan penyakit yang muncul pada tanaman yang lemah. Patogen yang menyerang tanaman yang subur biasanya adalah parasit biotrof yang hidupnya tergantung pada sel yang hidup, sedangkan patogen yang menyerang tanaman yang lemah biasanya adalah patogen yang bersifat sebagai parasit lemah. Patogen yang bersifat parasit lemah apabila menyerang tanaman yang dalam kondisi subur (kuat) maka tanaman kerusakan yang ditimbulkan tidak akan mengakibatkan kerugian yang cukup berarti, tetapi apabila tanaman dalam kondisi lemah maka akan menibulkan kerugian yang cukup besar.
Unsur N akan menyebabkan bertambahnya masa vegetatif tanaman, sehingga masa rentan menjadi lebih panjang dan kerugian menjadi lebih besar. Kelebihan unsur N juga akan menyebabkan tanaman menjadi lebih sukulentis sehingga perkembangan patogen menjadi lebih baik. Unsur K berfungsi untuk memacu perkembangan jaringan mekanis sehingga menjadi lebih kuat dan hal ini akan menghambat perkembangan patogen. Unsur P dan K seringkali dapat mengurangi tingkat kerusakan penyakit yang dibantu oleh kelebihan N.
b.    Reaksi tanah
Reaksi tanah hanya berpengaruh pada penyakit bawaan tanah. Pada umumnya jamur lebih menyukai kondisi basa, sedangkan bakteri lebih menyukai kondisi asam, sehingga hal ini sering dimanfaatkan dalam upaya pengendalian penyakit. Pada penyakitpenyakit yang disebabkan oleh jamur pengendalian sering dilakukan dengan pemupukan kapur untuk menurunkan pH tanah, sedangkan penyakit yang disebabkan oleg bakteri sering dikendalikan dengan pemupukan belirang untuk menaikkan pH tanah.


c.    Bahan organik tanah
Pengaruh bahan organik tanah terhadap patogen tidak persifat mutlak, tetapi tergantung pada sifat patogen. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan aktifitas dan perkembangan organisme antagonis di dalam tanah. Akan tetapi bahan organik juga dapat dimanfaatkan oleh patogen-patogen yang mampu hidup sebagai saprofit untuk bertahan dan melakukan infeksi pada musim tanam berikutnya.
3.    Lingkungan biologi
Lingkungan biologi adalah berbagai organisme yang berperan dalam menentukan keberhasilan sutu infeksi oleh patogen. Interaksi antara nematoda dengan beberapa jenis jamur seperti Fusarium, dan Phytophthora, maupun dengan bakteri seperti Pseudomonas ternyata mampu meningkatkan tingkat keparahan penyakit bila dibandingkan dengan apabila patogen tersebut menyerang secara individu. Selain itu beberapa patogen seperti jamur, nematoda, dan tumbuhan tinggi parasitik juga mampu berperan sebagai vektor virus sehingga juga akan meningkatkan tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut.
Mikroorganisme yang berperan menghambat perkembangan dan pertumbuhan patogen terutama adalah jasad jasad yang mampu berperan sebagai jasad antagonis yang pada saat ini banyak dikembangkan sebagai jasad agen pengendali hayati seperti, jamur Trichoderma spp, Gliocladium spp., bakteri golongan pseudomonad fluorescen, dll.

5.      Inang pada tomat
Penyakit layu fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici (Sacc.). Jamur ini merupakan patogen tular-tanah yang mampu bertahan dalam jangka waktu lama dalam bentuk klamidospora meskipun tidak tersedia tanaman  inang (Semangun,dalam Rahayuniati, 2009). cendawan patogen Fusarium oxysporum f. sp. menyebabkan busuk akar dan pangkal batang pada tanaman tomat. F. oxysporum f. sp. cepae menginvasi jaringan melalui penetrasi langsung pada permukaan jaringan maupun luka pada jaringan. Jamur ini menular melalui tanah atau rimpang yang berasal dari tanaman sakit, dan menginfeksi melalui luka. Tanaman yang luka memudahkan jamur dalam melakukan infeksi, karena secara langsung menyediakan jalur untuk masuknya jamur ke dalam jaringan tanaman. Jamur yang berhasil masuk ke dalam jaringan tanaman kemudian merusak sistem pengangkutan air dan nutrisi dari akar menuju organ tanaman yang lain, sehingga terjadi kerusakan pada tanaman bagian atas dan menyebabkan tanaman layu (Putri et al, 2014).
Pathogen layu fusarium menyerang pada akar tanaman. Tanaman lain yang juga menjadi inang dari petogen layu fusarium adalah:
1.      Cabai
2.      Pisang
3.      Tomat
4.      Bunga gladiol
5.      Jagung


6.      Teknik Pengendalian pada Fusarium oxysporum f.sp.
Pengendalian hama dan penyakit secara preventif adalah tindakan pencegahan pertumbuhan hama dan penyakit supaya tanaman tidak terinfeksi penyakit tersebut. Pengendalian hama dan penyakit secara preventif dilakukan dengan pengolahan tanah secara intensif, pengaturan jawrak tanam, dan penanaman tepat pada waktunya, pengairan yang sehat, pembuatan drainase yang baik, pengapuran tanah, pemupukan berimbang, pemangkasan cabang dan daun, serta penanaman tanaman perangkap. Pengendalian secara kuratif adalah mengobati tanaman yang telah terinfeksi oleh hama ataupun penyakit. Pengendalian hama dan penyakit secara kuratif dapat di lakukan dengan pemangkasan bagian tanaman yang terinfeksi, penyemprotan dengan obat kimia, penggenangan sesaat, penyebaran musuh-musuh alami hama, dan secara manual memunguti  atau menangkap hama untuk dibasmi.
Menurut Muljowati dan Mumpuni (2007), menyatakan bahwa salah satu cara preventif adalah dengan memberikan bahan nabati untuk pembasmian jamur Fusarium yaitu dengan ekstrak daun nimba. Sebanyak 25 kg daun nimba  segar  ditumbuk sambil ditambah  dengan 1liter  air. Daun nimba yang telah halus disimpan di tempat yang sejuk selama  tiga hari.  Selanjutnya, daun nimba yang telah halus tersebut disaring menggunakan kain belacu hingga diperoleh ekstrak daun nimba yang akan digunakanyang disiramkan pada pangkal batang tanaman tomat dapat diserap oleh akar dan menyebar ke seluruh bagian tanaman (efek sistemik). 

Menurut Prabaningrum., dkk (2014) menyatakan bahwa pengendalian secara preventif dapat dilakukan secara kultur teknis dimana penyerangan jamur belum terlalu ekstrim. Pengendalian secara preventuf dapar dilakuakn dengan memodifikasi lingkungan. Upaya memodifikasi lingkungan dapat dilakukan secara kultur teknis seperti pengaturan pola tanam, pengaturan sistem tanam, pemilihan varietas, pengolahan tanah, pengapuran, solarisasi, memodifikasi iklim mikro, dan pemupukan.
1. Pengaturan pola tanam.
Pengaturan pola tanam bertujuan untuk memutus siklus hidup hama dan penyakit di suatu wilayah atau area lahan tertentu. Oleh karena itu dalam pengaturan pola tanam harus diupayakan pergiliran tanaman dengan tanaman yang tidak berasal dari satu keluarga atau famili. Jika pergiliran tanaman dilakukan dalam satu famili, OPT akan selalu mendapatkan inang, sehingga siklus hidupnya berlanjut
2.      Pengaturan sistem tanam.
Sistem tanam dapat dilakukan dengan sistem tumpangsari, tumpanggilir, menanam tanaman  perangkap, menanam tanaman  penghadang,  atau  menanam di dalam rumah kasa.
3.      Pemilihan  varietas.
Pemelihan varietas dilakuakn selain karena selera pasar, produktivitas tinggi dan kesesuaian dengan kondisi lahan, faktor penting lain dalam memilih varietas ialah yang tahan terhadap serangan OPT.
4.      Pengolahan tanah. Ditinjau dari sudut pengendalian hama dan penyakit,
Pengolahan  tanah yang  baik dan benar bertujuan untuk  menekan populasi OPT tanah. Oleh karena itu jeda waktu yang diperlukan dari saat pengolahan tanah awal sampai dengan siap tanam minimal 1 bulan. Dengan jeda waktu yang panjang, patogen dan sisa-sisa pupa dari  hama di dalam tanah  akan terjemur oleh sinar matahari sehingga akan mati.

5.      Pemupukan.
Tanaman memerlukan unsur makro dan mikro yang sesuai dengan kebutuhannya agar dapat tumbuh optimal. Tanaman yang kelebihan atau  kekurangan  unsur  hara akan rentan  terhadap  serangan  OPT.
Menurut Prabaningrum., dkk (2014) menyatakan bahwa pengendalian OPT secara kuratif dapat dilakukan jika populasi hama atau intensitas serangannya telah mencapai nilai ambang pengendalian. Pengendalian hama dan penyakit secara kuratif dapat di lakukan dengan:
6.      Pemangkasan bagian tanaman yang terinfeksi
7.      Penyemprotan dengan obat kimia
8.      Penggenangan sesaat









DAFTAR PUSTAKA

Lukito, A. M., Astuti., A. Sugiarto. 2007. Buku Pintar Tanaman Hias. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Mujowati, J. S. dan A. Mumpuni. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Daun Nimba (Azadirachta indica A. Juss) untuk Pengendalian Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Biosfera, 24(2): 71-75.

Pitojo, S. 2009. Benih Tomat. Yogyakarta: Kanisius.

Purbaningrum, L., T. K. Moekasan, W. Adiyoga dan H. de Putter. 2014. Panduan Praktis Budidaya Tomat Nerdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama terpadu (HPT). Lembang: PT Penebar Swadaya.

Putri, O. S. D.,, I. R. Sastrahidayat, Dan S. Djauhari . 2014. Pengaruh Metode Inokulasi Jamur Fusarium Oxysporum F.Sp. Lycopersici(Sacc.) Terhadap Kejadian Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Tomat (Lycopersicon Esculentum Mill.) Jurnal HPT, 2(3):74-81

Rahayuniati., R. F dan Mugiastuti., E. 2009. Pengendalian Penyakit Layu Fusarium Tomat: Aplikasi Abu Bahan Organik Dan Jamur Antagonis Control Of Tomato Fusarial Wilt: Application Of Organic Ash And Antagonistic Fungi. Jurnal Pembangunan Pedesaan, 9 (1): 25-34.

Sari., N. M, Retno K dan Khamdan K. 2012. Streptomyces Sp. Sebagai Biofungisida Patogen Fusarium Oxysporum (Schlecht.) F.Sp. Lycopersici (Sacc.) Snyd. Et Hans. Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Tomat (Solanum Lycopersicum L.). AGROTROP, 2 (2): 161-169.

Supriyati, Y. dan F.D. Siregar. 2009. Bertanam Tomat Dalam Pot Dan Polibag. Bogor: Penebar Swadaya.



BISA DOWNLOAD PPT DISINI